Wednesday, July 2, 2008

A Real World for My Baby?

Saya itu mungkin tidak terlalu cocok hidup di masyarakat kita. Semua yang harus selalu dipakai perasaan, semua orang yang sekan akan berhak menghakimi oranglain, walaupun cuma dengan lirikan mata atau gerakan bibir yang melecehkan. Dulu bapak saya sering bilang kalau saya itu agak egois. Tapi menurut saya tepatnya sih, saya nggak mau tahu urusan orang, selama tidak ada urusannya dengan saya.

Dan ini dia yang saya takutkan, anak saya akan hidup kembali dan mengalami atau tepatnya menghadapi kenyataan yang seharusnya tidak perlu dirasakan oleh anak anak. Disini anak saya sungguh bahagia. Sepertinya jiwa periang dan antusiasnya selalu terpuaskan karena semua anak anak disini, tumbuh seperti umumnya anak anak. Saya ingat sewaktu di Indo anak saya hanya mempunyai beberapa teman yang bisa disebut benar benar baik, kalau tidak mau disebut yang suka memanfaatkan ya. Disini dia bermain dengan siapa saja, ya main, ya berantem, ya main lagi. sekali lagii seperti umumnya anak anak. Tidak seperti waktu di Indo, anak kecilpun sudah tahu memilih milih teman, atau bahasa gaulnya nge gang.

Kadang kadang suka kasian sama anak saya dulu, saya dan suami saya tidak suka membatasi teman main anak kami, selama tidak menyakiti, khususnya secara fisik. Tetapi nggak jarang sifat antusias dia dalam berteman itu selalu dimanfaatkan oleh teman temannya, apalagi kalau mereka jauh lebih besar, saya sering lihat muka dia yang jadi sedih, karena mereka cuma mau main sama dia karena apa yang dimiliki oleh anak saya, yang kadang kadang dia sendiri mengorbankan apa yang dia miliki buat dinikmati oleh teman temanya asal dia bisa bermain dengan mereka, ironis kan. Tapi yang lebih ironis adalah anak saya kalau saya tanya tidak pernah mau menjawab, seakan akan dia tahu kalau saya sampai marah sama teman temannya dia tidak bisa bermain dengan mereka lagi. Dan herannya disini dia hampir tidak pernah menerima sikap seperti itu dari teman teman di sekolahnya. Saya dan suami saya sering bilang ke dia ' mempunyai teman baik itu nggak perlu harus menerima disakiti, dengan kita bersikap tegas, teman akan semakin menghargai orang lain termasuk kita'.
Bahkan dia pernah menangis ketika, papanya nglihat ada temannya yang mengejek dan memukul mukul dia cuma karena anak it ingin meminjam atau memaksa main pada anak saya, kemudian ditegurlah si anak itu sama papa Izhhar, dan reaksi anakku malah marah dan menangis pada papanya. Padahal sebelumnya dia diam saja ketika dipukul.

Dulu sekali, ketika dia umur 3 tahun, dia suka sekali mukul mukul. Suatu kali saya marah besar, "Kalau kamu berani memukul orang, mama akan sangat marah dan akan pukul kamu, lebih sakit lagi". Maklum saya kalau marah suka kelewatan Tone nya.
Sejak itu dia tidak suka memukul. Tapi papanya jadi gemas kalau ada temannya *bukan anak australi ya* mukul, padahal mungkin lebih kecil, dia tidak membalas, kalau sudah sangat sakit saja, dia akan mojok sendiri buat menangis. Rasanya ingin sekali menjilat kata kata kami sendiri hanya untuk mengajarkan pada anak saya tentang arti membela diri. Tapi jadinya kami jadi orangtua yang nggak ada bedanya sama orang orangtua yang suka ngatur dalam pergaulan anak anaknya, hanya karena kita orangtuanya tidak suka. Tapi kalau tidak, saya takut dia jadi anak yang nggak PD an.

Dulu saya pernah terkaget kaget pada seorang teman lama saya, sebut saja si Y. Menurut saya, dia itu selalu merasa orang lain harus tahu tentang perasaannya, tentang kemaun dia. Jadi nggak jarang saya suka terkaget kaget dengan sikapnya yang tiba tiba memaki maki saya atau teman saya yang lain cuma karena saya atau teman saya itu berbuat, atau berpikir tidak seperti yang dia mau atau pikirkan. Bingung kan? Saya aja sampai sekarang bingung. Yang lebih jahat dia itu kalau perasaannya lagi menghitam pada seseorang, tanpa seseorang itu tahu apa yang terjadi, tiba tiba semua orang yang bahkan tidak akrab akan jadi memusuhi kita. Hebat kan? Pas tau, kalau dia sudah agak reda marahnya, masih dengan bahasa dia yang sangat 'berperasaan', dia sendiri akan menumpahkan masalahnya pada kita. Yang lebih konyol lagi, kadang kadang kita bahkan tidak merasa melakukannya, dia marah hanya karena dia merasa tidak suka saja, jadi hanya karena perasaannya saja. Pusing kan? Apa ya iya, kita harus merasa perlu menghakimi semua yang dilakukan orang lain, lha wong itu nggak mengganggu kepentingan bersama kok, apalagi kalau cuma belandaskan perasaan masing masing saja, tanpa logika.

Kembali ke anak saya, akhir akhir ini dia kelihatan sensitif dan sentimentil. Mungki dia merasa sedih harus berpisah dengan teman temannya, apalagi sekarang libur, jadi dia tidak punya waktu lagi bermain dengan teman teman. Sedihnya, saya juga pernah merasakan seperti itu.
Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk anakku sayang.


Sekali lagi ini hanya perasaan saya sebagai seorang ibu. Benar atau salahnya bukan saya yang menentukan. Yang menilai semua adalah Yang Maha Tahu.

No comments: